Januari 13, 2010

TEKNIK PEMBUATAN ZAT PEWARNA ALAM

Posted in Teknik pada 15:46 oleh arteducationx

TEKNIK EKSPLORASI ZAT PEWARNA ALAM DARI TANAMAN UNTUK PENCELUPAN BAHAN TEKSTIL

Januari, 2010

By: arteducationx

Menurut sumber diperolehnya zat warna tekstil digolongkan menjadi 2 yaitu: pertama, Zat Pewarna Alam (ZPA) yaitu zat warna yang berasal dari bahan-bahan alam pada umumnya dari hasil ekstrak tumbuhan atau hewan. Kedua, Zat Pewarna Sintesis (ZPS) yaitu Zat warna buatan atau sintesis dibuat dengan reaksi kimia dengan bahan dasar ter arang batu bara atau minyak bumi yang merupakan hasil senyawa turunan hidrokarbon aromatik seperti benzena, naftalena dan antrasena. (Isminingsih, 1978).

Pada awalnya proses pewarnaan tekstil menggunakan zat warna alam. Namun, seiring kemajuan teknologi dengan ditemukannya zat warna sintetis untuk tekstil maka semakin terkikislah penggunaan zat warna alam. Keunggulan zat warna sintetis adalah lebih mudah diperoleh , ketersediaan warna terjamin, jenis warna bermacam macam, dan lebih praktis dalam penggunaannya Meskipun dewasa ini penggunaan zat warna alam telah tergeser oleh keberadaan zat warna sintesis namun penggunaan zat warna alam yang merupakan kekayaan budaya warisan nenek moyang masih tetap dijaga keberadaannya khususnya pada proses pembatikan dan perancangan busana. Rancangan busana maupun kain batik yang menggunakan zat warna alam memiliki nilai jual atau nilai ekonomi yang tinggi karena memiliki nilai seni dan warna khas, ramah lingkungan sehingga berkesan etnik dan eksklusif. Dalam tulisan ini akan dijelaskan teknik eksplorasi zat warna alam dari tanaman di sekitar kita sebagai upaya pemanfaatan kekayaan sumberdaya alam yang melimpah sebagai salah satu upaya pelestarian budaya.

A. Zat Warna Alam untuk Bahan Tekstil

Zat warna alam untuk bahan tekstil pada umumnya diperoleh dari hasil ekstrak berbagai bagian tumbuhan seperti akar, kayu, daun, biji ataupun bunga. Pengrajin-pengrajin batik telah banyak mengenal tumbuhan-tumbuhan yang dapat mewarnai bahan tekstil beberapa diantaranya adalah : daun pohon nila (indofera), kulit pohon soga tingi (Ceriops candolleana arn), kayu tegeran (Cudraina javanensis), kunyit (Curcuma), teh (The), akar mengkudu (Morinda citrifelia), kulit soga jambal (Pelthophorum ferruginum), kesumba (Bixa orelana), daun jambu biji (Psidium guajava). (Sewan Susanto,1973).

Bahan tekstil yang diwarnai dengan zat warna alam adalah bahan-bahan yang berasal dari serat alam contohnya sutera,wol dan kapas (katun). Bahan-bahan dari serat sintetis seperti polyester , nilon dan lainnya tidak memiliki afinitas atau daya tarik terhadap zat warna alam sehingga bahan-bahan ini sulit terwarnai dengan zat warna alam. Bahan dari sutera pada umumnya memiliki afinitas paling bagus terhadap zat warna alam dibandingkan dengan bahan dari kapas.

Salah satu kendala pewarnaan tekstil menggunakan zat warna alam adalah ketersediaan variasi warnanya sangat terbatas dan ketersediaan bahannya yang tidak siap pakai sehingga diperlukan proses-proses khusus untuk dapat dijadikan larutan pewarna tekstil. Oleh karena itu zat warna alam dianggap kurang praktis penggunaannya. Namun dibalik kekurangannya tersebut zat warna alam memiliki potensi pasar yang tinggi sebagai komoditas unggulan produk Indonesia memasuki pasar global dengan daya tarik pada karakteristik yang unik, etnik dan eksklusif. Untuk itu, sebagai upaya mengangkat kembali penggunaan zat warna alam untuk tekstil maka perlu dilakukan pengembangan zat warna alam dengan melakukan eksplorasi sumber- sumber zat warna alam dari potensi sumber daya alam Indonesia yang melimpah. Eksplorasi ini dimaksudkan untuk mengetahui secara kualitatif warna yang dihasilkan oleh berbagai tanaman di sekitar kita untuk pencelupan tekstil. Dengan demikian hasilnya dapat semakin memperkaya jenis –jenis tanaman sumber pewarna alam sehingga ketersediaan zat warna alam selalu terjaga dan variasi warna yang dihasilkan semakin beragam. Eksplorasi zat warna alam ini bisa diawali dari memilih berbagai jenis tanaman yang ada di sekitar kita baik dari bagian daun, bunga, batang, kulit ataupun akar . Sebagai indikasi awal, tanaman yang kita pilih sebagai bahan pembuat zat pewarna alam adalah bagian tanaman –tanaman yang berwarna atau jika bagian tanaman itu digoreskan ke permukaan putih meninggalkan bekas/goresan berwarna. Pembuatan zat warna alam untuk pewarnaan bahan tekstil dapat dilakukan menggunakan teknologi dan peralatan sederhana.

B. Eksplorasi Zat Warna Alam dan Teknik Pencelupannya

Menurut R.H.MJ. Lemmens dan N Wulijarni-Soetjipto (1999) sebagian besar warna dapat diperoleh dari produk tumbuhan, pada jaringan tumbuhan terdapat pigmen tumbuhan penimbul warna yang berbeda tergantung menurut struktur kimianya. Golongan pigmen tumbuhan dapat berbentuk klorofil, karotenoid, flovonoid dan kuinon. Untuk itu pigmen – pigmen alam tersebut perlu dieksplorasi dari jaringan atau organ tumbuhan dan dijadikan larutan zat warna alam untuk pencelupan bahan tekstil. Proses eksplorasi dilakukan dengan teknik ekstraksi dengan pelarut air.

Proses pembuatan larutan zat warna alam adalah proses untuk mengambil pigmen – pigmen penimbul warna yang berada di dalam tumbuhan baik terdapat pada daun, batang, buah, bunga, biji ataupun akar. Proses eksplorasi pengambilan pigmen zat warna alam disebut proses ekstraksi. Proses ektraksi ini dilakukan dengan merebus bahan dengan pelarut air. Bagian tumbuhan yang di ekstrak adalah bagian yang diindikasikan paling kuat/banyak memiliki pigmen warna misalnya bagian daun, batang, akar, kulit buah, biji ataupun buahnya. Untuk proses ekplorasi ini dibutuhkan bahan – sebagai berikut: 1). Kain katun (birkolin) dan sutera, 2) Ekstrak adalah bahan yang diambil dari bagian tanaman di sekitar kita yang ingin kita jadikan sumber pewarna alam seperti : daun pepaya, bunga sepatu, daun alpokat, kulit buah manggis, daun jati, kayu secang, biji makutodewo, daun ketela pohon, daun jambu biji ataupun jenis tanaman lainnya yang ingin kita eksplorasi 3) Bahan kimia yang digunakan adalah tunjung (FeSO4) , tawas, natrium karbonat/soda abu (Na2CO3) , kapur tohor (CaCO3), bahan ini dapat di dapatkan di toko-toko bahan kimia. Peralatan yang digunakan adalah timbangan, ember, panci, kompor, thermometer , pisau dan gunting. Proses ekplorasi dan pencelupan zat warna alam adalah sebagai berikut:

C. Proses Ekstraksi Zat Warna Alam

Dalam melakukan proses ekstraksi/pembuatan larutan zat warna alam perlu disesuaikan dengan berat bahan yang hendak diproses sehingga jumlah larutan zat warna alam yang dihasilkan dapat mencukupi untuk mencelup bahan tekstil. Banyaknya larutan zat warna alam yang diperlukan tergantung pada jumlah bahan tekstil yang akan diproses. Perbandingan larutan zat warna dengan bahan tekstil yang biasa digunakan adalah 1: 30. Misalnya berat bahan tekstil yang diproses 100 gram maka kebutuhan larutan zat warna alam adalah 3 liter. Beikut iniadalah langkah-langkah proses ekstraksi untuk mengeksplorasi zat pewarna alam dalam skala laboratorium:

1. Potong menjadi ukuran kecil – kecil bagian tanaman yang diinginkan misalnya: daun, batang , kulit atau buah. Bahan dapat dikeringkan dulu maupun langsung diekstrak. Ambil potongan tersebut seberat 500 gr.

2. Masukkan potongan-potongan tersebut ke dalam panci. Tambahkan air dengan perbandingan 1:10. Contohnya jika berat bahan yang diekstrak 500gr maka airnya 5 liter.

3. Rebus bahan hingga volume air menjadi setengahnya (2,5liter). Jika menghendaki larutan zat warna jadi lebih kental volume sisa perebusan bisa diperkecil misalnya menjadi sepertiganya. Sebagai indikasi bahwa pigmen warna yang ada dalam tumbuhan telah keluar ditunjukkan dengan air setelah perebusan menjadi berwarna. Jika larutan tetap bening berarti tanaman tersebut hampir dipastikan tidak mengandung pigmen warna.

4. Saring dengan kasa penyaring larutan hasil proses ekstraksi tersebut untuk memisahkan dengan sisa bahan yang diesktrak (residu). Larutan ekstrak hasil penyaringan ini disebut larutan zat warna alam. Setelah dingin larutan siap digunakan.

D. Persiapan Pencelupan Dengan Zat Warna Alam.

Sebelum dilakukan pencelupan dengan larutan zat warna alam pada kain katun dan sutera perlu dilakukan beberapa proses persiapan sebagai berikut:

1. Proses mordanting

Bahan tekstil yang hendak diwarna harus diproses mordanting terlebih dahulu. Proses mordanting ini dimaksudkan untuk meningkatkan daya tarik zat warna alam terhadap bahan tekstil serta berguna untuk menghasilkan kerataan dan ketajaman warna yang baik. Proses mordanting dilakukan sebagai berikut:

a. Potong bahan tekstil sebagai sample untuk diwarna dengan ukuran 10 X 10 Cm atau sesuai keinginan sebanyak tiga lembar.

b Rendam bahan tekstil yang akan diwarnai dalam larutan 2gr/liter sabun netral (sabun sunlight batangan) atau TRO (Turkey Red Oil). Artinya setiap 1 liter air yang digunakan ditambahkan 2 gram sabun netral atau TRO. Perendaman dilakukan selama 2 jam. Bisa juga direndam selama semalam. Setelah itu bahan dicuci dan dianginkan.

c. Untuk bahan kain kapas : Buat larutan yang mengandung 8 gram tawas dan 2 gram soda abu (Na2CO3) dalam setiap 1 liter air yang digunakan. Aduk hingga larut. Rebus larutan hingga mendidih kemudian masukkan bahan kapas dan direbus selama 1jam. Setelah itu matikan api dan kain kapas dibiarkan terendam dalam larutan selama semalam. Setelah direndam semalaman dalam larutan tersebut, kain diangkat dan dibilas (jangan diperas) lalu dikeringkan dan disetrika. Kain kapas tersebut siap dicelup

d. Untuk bahan sutera at: Buat larutan yang mengandung 8 gram tawas dalam setiap 1 liter air yang digunakan, aduk hingga larut. Panaskan larutan hingga 60ºC kemudian masukkan bahan sutera atau wol dan proses selama 1 jam dengan suhu larutan dijaga konstan (40 – 60ºC ). Setelah itu hentikan pemanasan dan kain dibiarkan terendam dalam larutan selama semalam. Setelah direndam semalaman dalam larutan tersebut, kain diangkat dan dibilas (jangan diperas) lalu dikeringkan dan disetrika. Kain sutera yang telah dimordanting tersebut siap dicelup dengan larutan zat warna alam.

2. Pembuatan larutan fixer (pengunci warna)

Pada proses pencelupan bahan tekstil dengan zat warna alam dibutuhkan proses fiksasi (fixer) yaitu proses penguncian warna setelah bahan dicelup dengan zat warna alam agar warna memiliki ketahanan luntur yang baik. Ada 3 jenis larutan fixer yang biasa digunakan yaitu tunjung (FeSO4), tawas, atau kapur tohor (CaCO3).. Untuk itu sebelum melakukan pencelupan kita perlu menyiapkan larutan fixer terlebih dengan dengan cara :

a. Larutan fixer tunjung : Larutkan 50 gram tunjung dalam tiap liter air yang digunakan. Biarkan mengendap dan ambil larutan beningnya.

b. Larutan fixer Tawas : Larutkan 50 gram tawas dalam tiap liter air yang digunakan. Biarkan mengendap dan ambil larutan beningnya.

c. Larutan fixer Kapur tohor : Larutkan 50 gram kapur tohor dalam tiap liter air yang digunakan. Biarkan mengendap dan ambil larutan beningnya.

3. Proses Pencelupan Dengan Zat Warna Alam

Setelah bahan dimordanting dan larutan fixer siap maka proses pencelupan bahan tekstil dapat segera dilakukan dengan jalan sebagai berikut:

1. Siapkan larutan zat warna alam hasil proses ekstraksi dalam tempat pencelupan .

2. Masukkan bahan tekstil yang telah dimordanting kedalam larutan zat warna alam dan diproses pencelupan selama 15 – 30 menit.

3. Masukkan bahan kedalam larutan fixer bisa dipilih salah satu antara tunjung , tawas atau kapur tohor. Bahan diproses dalam larutan fixer selama 10 menit. Untuk mengetahui perbedaan warna yang dihasilkan oleh masing – masing larutan fixer maka proses 3 lembar kain pada larutan zat warna alam setelah itu ambil 1 lembar difixer pada larutan tunjung, 1 lembar pada larutan tawas dan satunya lagi pada larutan kapur tohor.

4. Bilas dan cuci bahan lalu keringkan. Bahan telah selesai diwarnai dengan larutan zat warna alam.

5. Amati warna yang dihasilkan dan perbedaan warna pada bahan tekstil setelah difixer dengan masing-masing larutan fixer. Pada umumnya hampir semua jenis zat warna alam mampu mewarnai bahan dari sutera dengan baik , namun tidak demikian dengan bahan dari kapas katun. (berdasar beberapa eksperimen yang telah dilakukan penulis).

6. Lakukan pengujian-pengujian kualitas yang diperlukan (ketahanan luntur warna dan lainnya

7. Simpulkan potensi tanaman yang diproses (diekstrak) sebagai sumber zat pewarna alam untuk mewarnai bahan tekstil.

Dengan banyak melakukan eksperimentasi untuk mengeksplorasi kandungan pigmen warna dalam tanaman maka akan sangat memperkaya jenis zat warna alam yang kita miliki. Eksperimen dapat dimulai dari memilih jenis tanaman di lingkungan sekitar anda yang sekiranya belum dimanfaatkan untuk kepentingan lain (untuk obat,tanman hias dan lainnya). Potensi sumber daya alam Indonesia yang melimpah merupakan faktor pendukung yang dapat dimanfaatkan. Produk tekstil dengan zat pewarna alam ini banyak disukai karena keunggulannya selain ramah lingkungan juga warna – warna yang dihasilkan sangat khas dan etnik sehingga memiliki nilai jual yang tinggi . Produk tekstil dengan zat warna alam dapat dijadikan potensi unggulan produk daerah di pasar global. Untuk pengembangan penggunaan zat warna alam perlu dilakukan melalui penelitian –penelitian untuk mendapatkan hasil yang semakin baik.

Daftar Pustaka :

http://www.B4D3consultants.wordpress.com

BAHAN PEWARNA ALAMI

Posted in Bahan Pewarna Alam pada 15:46 oleh arteducationx

BAHAN YANG DAPAT DIGUNAKAN UNTUK MENGHASILKAN PEWARNA ALAMI

By : arteducationx

Kulit Manggis

manggis-1

Manggis (Garcinia mangostana L.) atau yang lebih dikenal dengan sebutan Queen of fruit, merupakan sejenis tanaman buah yang tumbuh dan berkembang dikawasan tropis. Diperkirakan di Indonesia terdapat 100 jenis Garcinia , dari sekitar 400 Garcinia yang ada di dunia, yang tersebar didataran rendah adalah sampai sekitar 1000 m dpl. Buah manggis ini mulai banyak diminati oleh para konsumen selain memiliki rasa yang enak , putih dan juga menarik.

Biasanya orang – orang memanfaatkan manggis adalah dengan memakan daging buahnya yang berwarna putih, dan mereka membuang kulitnya. Tanpa mereka sadari, mereka telah menambah jumlah limbah yang ada dengan membuangnya. Sebenarnya limbah dari kulit manggis yang telah dibuang dapat diolah kembali dan hasilnya bisa digunakan kembali (recycle). Setelah kita memakan manggis, otomatis kulit manggis yang kita buang tidak memiliki nilai guna lagi. Dengan adanya daur ulang kulit manggis kita dapat memberikan nilai tambah dengan memproduksinya sebagai bahan baku pembuatan zat pewarna alami.

Proses pembuatan zat pewarna alami dari kulit manggis ini adalah sebagai berikut :

1. Sortasilah kulit manggis yang akan digunakan

2. Lakukanlah pencucian kuli manggis sampai bersih

3. Lakukanlah proses blansing

4. Kemudian kulit manggis mengalami proses penghancuran

5. Kemudian kulit manggis yamg telah hancur di ekstraksi dengan metode maserasi (perendaman dalam larutan selama satu malam dalam lemari es)

6. Setelah diekstraksi kemudian dilakukan proses penyaringan untuk memisahkan dari ampasnya

7. Kemudian melalui proses filtrat

8. Kemudian melalui proses sentrifuga (diberikan pelarut)

9. Dihasilkan pigmen yang masih terdapat berbagai campuran atau disebut fitrat

10. Kemudian filtrat ini mengalami proses lanjutan hingga dihasilkan pigmen yang selanjutnya disaring, diuapkan, dikeringkan, dan akhirnya terbentuk pigmen berwarna merah.

Jadi kita dapat menarik sebuah kesimpulan, bahwa kuit manggis yang tidak memiliki nilai guna lagi dapat didaur ulang kembali untuk menghasilkan suatu produk baru yaitu berupa zat pewarna alami. Zat pewarna alami dapat digunakan dalam makanan dan minuman, dan tentunya aman pula untuk dikonsumsi masyarakat sehingga tidak berdampak negatif bagi kesehatan tubuh.

Pendaur ulangan kulit manggis juga merupakan satu solusi untuk menanggulangi permasalahan limbah yang ada, bayangkan jika satu orang membuang kulit manggis, berapa juta kulit manggis yang akan menumpuk. Oleh karena itu dibutuhkan suatu terobosan baru teknologi pendaur ulangan limbah kulit manggis menjadi suatu produk baru yaitu zat pewarna alami yang nantinya akan bermanfaat bagi masyarakat dan bagi kelestarian lingkungan khususnya dalam penanganan limbah kulit manggis.

Kunyit

By : arteducationx


Nama latin: Curcuma domestica

Nama daerah: Kunir; Kunyir; Koneng; Kunyet; Kuning; Kuneh

Warna yang dihasilakan : warna kuning dan oranye

Deskripsi tanaman: Tumbuhan berbatang basah, tingginya sampai 0,75 m, daunnya berbentuk lonjong, bunga majemuk berwarna merah atau merah muda. Tanaman herba tahunan ini menghasilkan umbi utama berbentuk rimpang berwarna kuning tua atau jingga terang. Perbanyakannya dengan anakan

Habitat: Tumbuh di ladang dan di hutan, terutama di hutan jati. Banyak juga ditanam di perkarangan. dapat tumbuh di dataran rendah sampai ketinggian 2000 m dpl

Bagian tanaman yang digunakan: Rimpang

Kandungan kimia: Tumeron; Zingiberon; Seskuiterpena alkohol; Kurkumin; Zat pahit; Lemak hars; Vitamin C

Khasiat: Kholagog; Stomakik; Antispasmodik; Anti inflamasi; Anti bakteria; Kholeretik

Nama simplesia: Curcumae domesticae Rhizoma

KLASIFIKASI :
Bangsa    : Zingiberales
Suku        : Zingiberaceae
Marga      : Foeniculum
Jenis        : Foeniculum vulgare Mill.

KEGUNAAN : Dalam pengobatan Alternatif Herbal. Demam, Terlambat haid, Eksim, Keputihan, Radang rahim, Radang usus buntu, Hepatitis dan sakit kuning, Gatal akibat cacar air, radang gusi, Radang amandel, Tekanan darah tinggi, sabagai pewarna alam.

Sekilas tentang Kunyit

Kunyit merupakan salah satu tumbuhan yang banyak digunakan masyarakat. Rimpang kunyit terutama digunakan untuk keperluan dapur (bumbu, zat warna makanan), kosmetika maupun dalam pengobatan tradisional. Secara tradisional, air rebusan rimpang yang dicampur dengan gambir digunakan sebagai air kumur mulut untuk gusi bengkak.

Sementara salep dari kunyit dengan asam kawak digunakan untuk pengobatan kaki luka. Salep yang dibuat dari campuran kunyit dengan minyak kelapa banyak digunakan untuk menyembuhkan kaki bengkak dan untuk mengeluarkan cairan penyebab bengkak. Ada lagi, kunyit yang diremas-remas dengan biji cengkeh dan melati digunakan untuk obat radang hati, dan penyakit kulit. Sementara akar kunyit yang diremas-remas dapat digunakan sebagai obat luar penyakit bengkak dan reumatik.                                                                                                  Kunyit yang memunyai nama latin Curcuma domestica Val. merupakan tanaman yang mudah diperbanyak dengan stek rimpang dengan ukuran 20-25 gram stek. Bibit rimpang harus cukup tua. Kunyit tumbuh dengan baik di tanah yang tata pengairannya baik, curah hujan 2.000 mm sampai 4.000 mm tiap tahun dan di tempat yang sedikit terlindung. Tapi untuk menghasilkan rimpang yang lebih besar diperlukan tempat yang lebih terbuka. Rimpang kunyit berwarna kuning sampai kuning jingga. Beberapa kandungan kimia dari rimpang kunyit yang telah diketahui yaitu minyak atsiri sebanyak 6% yang terdiri dari golongan senyawa monoterpen dan sesquiterpen (meliputi zingiberen, alfa dan beta-turmerone), zat warna kuning yang disebut kurkuminoid sebanyak 5% (meliputi kurkumin 50-60%, monodesmetoksikurkumin dan bidesmetoksikurkumin), protein, fosfor, kalium, besi dan vitamin C. Dari ketiga senyawa kurkuminoid tersebut, kurkumin merupakan komponen terbesar. Sering kadar total kurkuminoid dihitung sebagai % kurkumin, karena kandungan kurkumin paling besar dibanding komponen kurkuminoid lainnya. Karena alasan tersebut beberapa penelitian baik fitokimia maupun farmakologi lebih ditekankan pada kurkumin.


KUNYIT (CURCUMA DOMESTICA)

Sejarahnya kunyit berasal dari India, namun sudah menyebar keseluruh dunia terutama di kawasan tropis. Di Indonesia pada umumnya dapat tumbuh dan berproduksi dengan baik. Tanaman berumpun ini memiliki batang semu yang tersusun dari pelepah daun dengan tinggi 25 – 100 cm. Daun berbentuk bulat telur memanjang, berwarna hijau muda, penyusun daunnya bertingkat-tingkat setiap tanaman memiliki sekitar 6 – 10 helai daun. Rimpang berbentuk bulat panjang dan bercabang-cabang. Kunyit tumbuh dengan baik di tanah yang tata pengairannya baik, curah hujan 2.000 mm sampai 4.000 mm tiap tahun dan di tempat yang sedikit terlindung. Tapi untuk menghasilkan rimpang yang lebih besar diperlukan tempat yang lebih terbuka.
Rimpang muda kulitnya kuning muda dan dan berdaging kuning, setelah tua kulit rimpang menjadi jingga kecoklatan dan dagingnya jingga terang agak kuning.
Rimpang kunyit mengandung bahan-bahan seperti minyak adsiri, phelkandere, sabinene, cineol, zingeberence, turmeron, champene, camphor, sesquiterpene, caprilic acid, methoxinnamic acid, thelomethy carbinol, curcumene, dan zat pewarna yang mengandung alkaloid curcumin. Curcumin adalah zat warna kuning yang dikandung oleh kunyit, rata-rata 10,29%, memiliki aktifitas biologis berspektrum luas antara lain antihepototoksik, antibakteri, dan antioksidan.
Rimpang kunyit terutama digunakan untuk keperluan dapur (bumbu, zat warna makanan), kosmetika maupun dalam pengobatan tradisional. Secara tradisional, air rebusan rimpang yang dicampur dengan gambir digunakan sebagai air kumur mulut untuk gusi bengkak.
Sementara salep dari kunyit dengan asam kawak digunakan untuk pengobatan kaki luka. Salep yang dibuat dari campuran kunyit dengan minyak kelapa banyak digunakan untuk menyembuhkan kaki bengkak dan untuk mengeluarkan cairan penyebab bengkak. Ada lagi, kunyit yang diremas-remas dengan biji cengkeh dan melati digunakan untuk obat radang hati, dan penyakit kulit. Sementara akar kunyit yang diremas-remas dapat digunakan sebagai obat luar penyakit bengkak dan reumatik.

Kunyit juga dapat digunakan untuk perawatan rambut supaya terbebas dari ketombe, caranya adalah sebagai berikut : ambil kunyit, dikupas dan kemudian dicuci besih, setalah itu diambil sarinya dan digosokkan pada kulit kepala sambil dipijit-pijit. Biarkan 3-5 jam hingga sari kunyitnya meresap, kemudian kulit kepala dan rambut di cuci bersih sampai bersih. Lakukan beberapa kali hingga ketombe hilang. Selalin itu kunyit juga dapat menyembuhkan diare, jerawat, perawatan kulit, rematik, borok, hepatitis dan diabetes.

Untuk pengobatan diabetes caranya dengan menyiapkan 1 rimpang kunyit, lalu di cuci dan diirir ipis-tipis,tambahkan ½ sendok teh garam, masukkan ke dalam panci ( sebaiknya panci stenlis steal) berisi 1 liter air dan rebus hinga mendidih, saring dan minum airnya ½ gelas sehari.
Studi keamanan (uji toksisitas) terhadap rimpang kunyit menunjukkan, ekstrak kunyit aman digunakan dalam dosis terapi. Rimpang kunyit yang diberikan secara oral tidak memberikan efek teratogenik (dampak pada embrio/janin) pada tikus. Keamanan ekstrak kunyit selama kehamilan belum terbukti, penggunaan selama kehamilan harus di bawah pengawasan medis. Ekskresi ekstrak kunyit melalui ASI dan efeknya pada bayi belum terbukti, sebaiknya penggunaan selama menyusui di bawah pengawasan medis. Selamat mencoba.

Tanah Indonesia kaya akan berbagai jenis tumbuhan yang digunakan sebagai pewarna alam. Soga, gambir, teh dan temulawak adalah sumber warna coklat.Akar mengudu, akar mangrove dan batang mangrove, dapat digunakan untuk menghasilkan warna merah. Tanaman seperti secang memberikan warna merah kecoklatan. Traum, pohon tom(indigofera) dan  pohon nila memunculkan warna biru. Daun jambu, daun mangga menghasilkan warna hijau pupus. Kunyit akan menghasilkan warna kuning dan coklat.Dan masih banyak lagi sperti mahoni, batang nangka, putri malu, daun jati,, d.l.l.

Kunyit (Curcuma domestica) me-rupakan salah satu jenis tanaman obat yang banyak  memiliki man-faat, di antaranya sebagai bumbu masak (terutama kare), pewarna makanan, minuman, tekstil dan kosmetik. Tanaman ini telah di-kenal sejak lama di Indonesia dan penggunaannya cukup banyak dalam kehidupan sehari-hari. Mengingat pola hidup dewasa ini yang cenderung modern dengan  gejala serba instan, menjadikan penyakit yang berkembang di masyarakat juga beragam. Dalam sepuluh tahun terakhir, banyak penyakit yang mencuat di masya-rakat  di antaranya aids, kanker, flu burung dan bahkan gejala pikun dini.  Kondisi ini  membuat masyarakat mulai  berfikir untuk mencari  pengobatan  alternatif secara konvensional di samping pengobatan moderen. Salah satu tanaman obat yang berpeluang   sebagai  pengganti  pengobatan kimiawi yang dapat memperlam-bat datangnya penyakit pikun  adalah kunyit. Penggunaan ta-naman ini biasanya berupa bubuk atau tepung kunyit yang diracik ke dalam bumbu masak.

Rimpang kunyit sangat ber-manfaat sebagai antikoagul-an, menurunkan tekanan darah, obat cacing, abat asma, pe-nambah darah,obat sakit perut, diare, usus buntu dan rematik. Selain ber-khasiat dalam pengobatan, rimpang kunyit juga banyak digunakan untuk bahan pewarna, bahan campuran kosmetika, bakterisida, fungisida dan stimulan.

Sosok tanaman

Kunyit (Curcuma domestica Vahl.)  merupakan tanaman obat asli dari Asia Tenggara dan telah dikembangkan secara luas di Asia Selatan, Cina Selatan, Taiwan, Fili-pina dan tumbuh dengan baik di Indonesia. Tanaman tumbuh tegak mencapai tinggi 1,0 – 1,5 m. Memiliki batang semu yang dililit oleh pelepah-pelepah daun. Daun tanaman runcing dan licin dengan panjang sekitar 30 cm dan  lebar 8 cm. Bunga muncul dari batang semu dengan panjang sekitar 10 – 15 cm. Warna bunga putih atau putih bergaris hijau dan terkadang ujung bunga berwarna merah jambu. Bagian utama dari tanaman adalah rimpangnya yang berada di dalam tanah. Rimpang ini biasanya tumbuh menjalar dan rimpang induk biasanya berbentuk ellips.

Lingkungan tumbuh

Kunyit dapat tumbuh dengan baik pada ketingggian 0 – 1.200 m di atas permukaan laut. Adaptasi ta-naman sangat baik pada iklim  panas sampai sedang dengan kelembaban tinggi. Tanah yang cocok untuk tanaman kunyit adalah tanah yang subur, gembur, mengandung banyak humus dan berdrainase baik. Untuk memperoleh pertumbuhan yang opti-mal, sebaiknya kunyit  memperoleh bulan basah  sekitar 4 – 6 bulan se-belum gugurnya daun. Untuk pem-bentukan rimpang sangat dibutuhkan cahaya matahari yang cukup.

Fitokimia rimpang kunyit

Senyawa kimia utama  yang ter-kandung di dalam rimpang kunyit adalah minyak atsiri dan kurkumi-noid. Minyak atsiri mengandung senyawa seskuiterpen alkohol, tur-meron dan zingiberen, sedangkan kurkuminoid mengandung senyawa kurkumin dan turunannya (berwarna kuning) yang meliputi desmetoksi-kurkumin dan bidesmetoksikurku-min. Selain itu rimpang juga mengandung senyawa gom, lemak, protein, kalsiun, fosfor dan besi.

Budidaya tanaman

Budidaya tanaman kunyit cukup mudah. Rimpang tanaman yang akan dijadikan benih  hendaknya yang telah cukup umur yaitu sekitar 10 bulan dengan bobot  20 – 30 g. Benih yang akan ditanam sebaiknya yang telah memiliki tunas sepanjang 2 – 3 cm. Sebelum di tanam, tanah terlebih dahulu diolah dengan cara meng-garpu dan mencangkul di tempat yang akan ditanami. Pengolahan tanah sebaiknya dilakukan pada awal musim hujan. Pupuk kandang dapat diberikan sebanyak 0,5 kg/lubang tanam dan jarak tanam yang optimal adalah 50 cm x 50 cm dan penanaman benih sebaiknya dengan kedalaman 7,5 cm – 10 cm, dengan mata tunas menghadap ke atas.

Setiap lubang tanam sebaiknya di isi dengan satu benih dan setelah benih dimasukkan, lubang tanam kembali ditutup dengan tanah.  Untuk mendapatkan pertumbuh-an dan produksi rimpang yang op-timal, sebaiknya tanaman di pupuk dengan pupuk buatan yaitu SP36 dan KCL pada awal penanaman masing-masing sebanyak 200 kg/ha dan urea sebanyak 200 kg/ha diberikan se-banyak tiga kali yaitu 1/3 dosis pada umur 1 bulan, 2 bulan dan 3 bulan setelah tanam. Selain itu upaya pemeliharaan tanaman juga penting, yang dapat dilakukan dengan cara menyiangi gulma setiap dua bulan sekali dan merapikan guludan.

Panen

Kunyit biasanya di panen pada umur sekitar 9 – 10 bulan. Cara panen cukup mudah yaitu dengan menggali rimpang menggunakan garpu. Usahakan agar rimpang tidak patah tertinggal waktu digali sehingga bobot yang diperoleh lebih tinggi. Setelah digarpu, tanah di-sekitar rimpang dibersihkan dan rim-pang dikumpukan dalam karung. Biasanya hasil panen dapat men-capai 20 – 30 ton/ha  rimpang segar. (Cheppy Syukur, Sitti Fatimah. S, Warta Puslitbangbun Vol 13 No. 2, Agustus 2007)

MESKI tak setenar kunyit yang masih saudara serumpun, kunyit putih memiliki peluang untuk dikembangkan menjadi herba potensial. Pengakuan empiris maupun penelitian membuktikan, rimpang ini bermanfaat untuk menolak angin dan efektif menekan risiko kanker. Dalam pemakaian sehari-hari kunyit putih belum sepopuler saudara kandungnya, kunyit kuning. Maklumlah, secara fisik dan rasa memang beda. Kunyit memiliki warna daging lebih kuning dan rasanya tak begitu getir. Ukurannya pun cenderung lebih besar dibanding kunyit putih, tetapi keduanya memiliki aroma khas dan kuat lantaran kandungan minyak atsirinya.

Bernilai Tinggi

Balitbangkes Departemen Pertanian RI membukukan penelitian kunyit putih dalam Jurnal Media Penelitian dan Pengembangan Kesehatan, Volume XVI, Nomor 1 Tahun 2006. Jus temu putih atau kunyit putih bersama temu mangga mampu mengatasi berbagai keluhan pada perut seperti sakit perut, diare, mual, sebah, dan kembung. Uji coba ini dilakukan pada tikus putih jantan.

Hasil percobaan yang terlihat pada feses tikus tersebut membuktikan bahwa kunyit putih mampu mengatasi diare serta berkhasiat sebagai peluruh kentut (karminatif), juga mempercepat penyembuhan luka dan memar.

Untuk pemakaian luar seperti memar, keseleo, bisul yang sulit pecah, cukup borehkan parutan rimpang kunyit putih pada bagian tubuh tersebut. Masyarakat tradisional juga kerap menggunakan gilingan rimpang yang menjadi serbuk dan dikeringkan sebagai bedak.

Tanaman yang masih sekeluarga dengan jahe ini bisa tumbuh di mana saja dan tidak perlu perawatan khusus. Sebagai salah satu komoditi agribisnis, nilai ekonomisnya cukup tinggi. Pasar terbesar adalah Amerika yang mengimpor kunyit putih untuk bahan dasar pembuatan minyak wangi. Aromanya hangat, sejuk, khas kayu-kayuan, dan memberikan efek terapi rileksasi.

Mengkudu

By : arteducationx

Menghasilkan warna merah.

Pohon mengkudu yang dalam bahasa latin disebut Morinda Citrifolia L, merupakan tumbuhan tropis asli Indonesia yang menyebar hingga kepulauan Hawaii dan French Polynesia sejak 2000 tahun yang lalu. Di sana, pohon mengkudu dikenal sebagai pohon NONI, NONU, atau NHAU. Penyebarannya dilakukan oleh para pelaut Indonesia ketika melakukan pelayaran. Mereka membawa perlengkapan pelayaran dan tanaman-tanaman yang dianggap keramat, salah satu diantaranya adalah pohon mengkudu.

Sebagai bukti, dapat dilihat dari cara penggunaan buah mengkudu sebagai obat tradisional di setiap daerah / negara yang memilikinya. Seperti di beberapa daerah di Indonesia, dukun Kahunas (tabib) di Hawaii pun menggunakan buah mengkudu sebagai penambah tenaga. Sejak dulu, buah mengkudu juga dipercaya untuk mengatasi darah tinggi demam, nyeri, dan infeksi.

Tulisan-tulisan kuno yang diturunkan dari generasi ke generasi, menyatakan bahwa buah mengkudu adalah komposisi utama di dalam setiap resep pengobatan alami.

Warna yang dihasilakan : Hijau

KANDUNGAN BUAH MENGKUDU :

Zat zat di dalam buah mengkudu ternyata benar2 berguna untuk mengatasi berbagai penyakit sebagaimana dipercaya sejak dahulu.. Juice Mengkudu merangsang tubuh memproduksi NITRIC OXIDE (NO) dan SEROTONIN senyawa yg berguna agar dinding saluran darah menjadi relax dan melebar , menurunkan tekanan darah , membantu berbagai keluhan atau gangguan jantung dan meningkatkan vitalitas pria . Juice Mengkudu juga sangat bermanfaat bagi penderita kencing manis , Dalam juice mengkudu terdapat SCOPOLETIN yang mempunyai fungsi membunuh bakteri. Juice Mengkudu menghasilkan kadar asam empedu dalam darah yg lebih rendah . Karena asam empedu berkurang maka cholesterol digunakan untuk mensintesis asam empedu yg baru sehingga total cholesterol dalam darah berkurang. Dalam juice mengkudu ditemukan sekitar 140 macam zat yang berguna bagi tubuh Khusus DKI Layanan pesan antar GRATIS , Dicari Agen/Distributor utk seluruh iIndonesia , discount menarik .

Klasifikasi Mengkudu

Terdapat sekitar 80 spesies tanaman yang termasuk dalam genus Morinda. Menurut H.B. Guppy, ilmuwan Inggris yang mempelajari Mengkudu sekitar tahun 1900, kira-kira 60 persen dari 80 spesies Morinda tumbuh di pulau-pulau besar maupun kecil, di antaranya Indonesia, Malaysia dan pulau-pulau yang terletak di Lautan India dan Lautan Pasifik.

Hanya sekitar 20 spesies Morinda yang mempunyai nilai ekonomis, antara lain: Morinda bracteata, Morinda officinalis, Morinda fructus, Morinda tinctoria dan Morinda citrifolia. Morinda citrifolia adalah jenis yang paling populer, sehingga sering disebut sebagai “Queen of The Morinda”. Spesies ini mempunyai nama tersendiri di setiap negara, antara lain Noni di Hawaii, Nonu atau Nono di Tahiti, Cheese Fruit di Australia, Mengkudu, Pace di Indonesia dan Malaysia.

Filum: Angiospermae, Sub filum: Dycotiledones, Divisi: Lignosae, Famili: Rubiaceae, Genus: Morinda, Spesies: citrifolia. Nama ilmiah: Morinda citrifolia.

Botani Mengkudu

Mengkudu termasuk tumbuhan keluarga kopi-kopian (Rubiaceae), yang pada mulanya berasal dari wilayah daratan Asia Tenggara dan kemudian menyebar sampai ke Cina, India, Filipina, Hawaii, Tahiti, Afrika, Austra­lia, Karibia, Haiti, Fiji, Florida dan Kuba.

Sejarah Pemanfaatan Mengkudu

Mengkudu berasal dari Asia Tenggara. Pada tahun 100 SM, penduduk Asia Tenggara bermigrasi dan mendarat di kepulauan Polinesia, mereka hanya membawa tanaman dan hewan yang dianggap penting untuk hidup di tempat baru. Tanaman-tanaman tersebut memiliki banyak kegunaan, antara lain untuk bahan pakaian, bangunan, makanan dan obat-obatan, lima jenis tanaman pangan bangsa Polinesia yaitu talas, sukun, pisang, ubi rambat, dan tebu. Mengkudu yang dalam bahasa setempat disebut “Noni” adalah salah satu jenis tanaman obat penting yang turut dibawa.

Bangsa Polinesia memanfaatkan “Noni” untuk mengobati berbagai jenis penyakit, diantaranya: tumor, luka, penyakit kulit, gangguan pernapasan (termasuk asma), demam dan penyakit usia lanjut. Pengetahuan tentang pengobatan menggunakan Mengkudu diwariskan dari generasi ke generasi melalui nyanyian dan cerita rakyat. Tabib Polinesia, yang disebut Kahuna adalah orang memegang peranan panting dalam dunia pengobatan tradisional bangsa Polinesia dan selalu menggunakan Mengkudu dalam resep pengobatannya.

Laporan-laporan tentang khasiat tanaman Mengkudu juga terdapat pada tulisan-tulisan kuno yang dibuat kira-kira 2000 tahun yang lalu, yaitu pada masa pemerintahan Dinasti Han di Cina. Bahkan juga dimuat dalam cerita-cerita pewayangan yang ditulis pada masa pemerintahan raja-raja di pulau Jawa ratusan tahun yang lalu.

Perkembangan industri tekstil di Eropa mendorong pencarian bahan-bahan pewarna alami sampai ke wilayah-wilayah kolonisasi, karena pada masa itu pewarna sintetis belum ditemukan. Pada tahun 1849, para peneliti Eropa menemukan zat pewarna alami yang berasal dari akar Mengkudu, dan kemudian diberi nama “Morindone” dan “Morindin”. Dari hasil penemuan inilah, nama “Morinda” diturunkan. Berikut adalah tabel sejarah perkembangan Morinda citrifolia:

Tahun Keterangan
100 M Imigran dari Asia Tenggara tiba di Kep. Polinesia dengan membawa bibit Mengkudu.
1849 Orang-orang Eropa menemukan zat pewarna dari akar Mengkudu, yaitu Morindon dan Morindin.
1860 Penggunaan Mengkudu untuk pengobatan mulai ditulis dalam literatur Barat.
1950 Penemuan zat antibakteri pada buah Mengkudu.
1960-1980 Riset-riset ilmiah dilakukan untuk membuktikan bahwa Mengkudu dapat menurunkan tekanan darah tinggi.
1972 Ahli biokimia, Dr. Ralph Heinicke mulai melakukan penelitian tentang xeronine dan Mengkudu.
1993 Penemuan zat anti kanker (damnacanthal) di dalam buah Mengkudu

Akar mengkudu merupakan salah satu simplisia tanaman yang dapat digunakan
sebagai bahan
baku pewarna alami pada kain, adapun spesifikasinya sebagai
berikut:
1. Akar mengkudu harus berasal dari 1 (satu) varietas tanaman yang sama (jangan
dicampur)
2. Bentuk serut/rajang kering
3. Penggunaan untuk pewarna alami pada kain

Pohon mengkudu banyak tumbuh secara liar di sekitar kita. Mengkudu dikenal dengan nama ilmiah Morinda citrifolia. Mengkudu termasuk dalam famili Rubiaceae, kerabat dari kopi. Buahnya sangat khas benjol-benjol berwarna hijau kekuningan dan buah yang masak baunya sangat menyengat seperti bau ammonia. Saat ini mengkudu juga digunakan sebagai bahan pupuk organik. Tanaman ini berasal dari Asia Tenggara tropis dan kemudian menyebar keseluruh daerah tropis di dunia sampai ke Cina, India, Filipina, Hawaii, Tahiti, Afrika, Australia, Karibia, Haiti, Fiji, Florida dan Kuba.

Sarrgasum

By : arteducationx

Karakteristik dari zat pewarna sintetis adalah warnanya lebih cerah, lebih homogen dan memilliki variasi warna yang lebih banyak bila dibandingkan dengan zat pewarna alami. Di samping itu penggunaan zat pewarna sintetis pada makanan bila dihitung berdasarkan harga per unit dan efisiensi produksi akan jauh lebih murah bila dibandingkan dengan zat pewarna alami.Pigmen atau zat warna alami dapat diperoleh dari tanaman atau hewan. Pigmen yang dihasilkan dari rumput laut coklat ini dapat menggantikan pewarna sintetis yang akhir-akhir ini penggunaannya semakin meningkat. Beberapa pigmen yang dinyatakan seringkali digunakan sebagai bahan pewarna alami, antara lain karotenoid, fukosantin, karamel, kurkumin, klorofil, flavonoid, seperti tannin, katekin, antosianin dan lain-lain.

Untuk pewarna tekstil, alga coklat yang digunakan adalah yang memiliki struktur manuronat lebih banyak dalam hal ini ada pada Sargassum dan Turbinaria. Struktur kimianya mengikat zat pewarna, namun lebih mudah melepaskannya pada bahan kain. Bahan pewarna alami ini kini mulai banyak digunakan menggeser pewarna sintetis. Hal ini tentunya akan memberi banyak keuntungan bagi Indonesia yang memiliki rumput laut jenis alga coklat yang melimpah.

Selain ramah lingkungan karena bukan bahan kimia berbahaya dan beracun, harga pewarna alami dari rumput laut juga relatif murah dibandingkan pewarna kimia sintetis. Pembuatan batik cap dengan pewarna rumput laut dapat menekan biaya hingga 25 persen.Pemanfaatan potensi alam Indonesia ini juga akan berdampak pada penghematan devisa karena akan mengganti pewarna batik yang selama ini masih impor. Selain itu, pengolahan rumput laut menjadi zat pewarna merupakan peluang usaha baru bagi industri lokal dan selanjutnya juga akan membuka lapangan kerja baru bagi masyarakat.

Berbeda halnya dengan di Jepang dan Korea yang telah memanfaatkan Undinaria (salah satu jenis rumput laut coklat) sebagai bahan makanan yang kaya akan fukosantin. Pemanfaatan rumput laut coklat di Indonesia masih kurang dan kegiatan budidayanya belum populer seperti halnya rumput laut merah dan hijau (Gracilaria, Caulerpa, dan Euchema). Dari enam genus rumput laut coklat yang ditemukan di Indonesia, hanya genus Sargassum saja yang telah dijadikan pewarna alam.

Daftar Pustaka

http://www.onlinebuku.com

http://www.klipingut.wordpress.com

http://www.pengobatanherbal.host22.com

http://www.stjohntour.com

http://www.mochammadiqbal.files.wordpress.com

Januari 8, 2010

Gambar Bahan Pewarna Alam

Posted in Galeri pada 15:46 oleh arteducationx

Nangka

Bixa Orelana

Bixa Orelana

Nilam/Indigofera

Mengkudu

Jambu Biji

Getah Gambir

Kunyit

Januari 1, 2010

Pewarna Alam

Posted in Pewarna Alam, Seni Rupa pada 15:46 oleh arteducationx

Pewarna Alam

By : Hendra Wijaya, Raditya P.N, Daniel Feriansyah, Eko Junianto, M. Eka Fahreza

BATIK

Secara historis batik berasal dari zaman nenek moyang sejak abad ke-17 yang ditulis dan dilukis pada daun lontar. Saat itu motif yang digunakan masih didominasi dengan bentuk binatang dan tanaman. Sesuai dengan sejarah perkembangannya batik mengalami perkembangan motif, yang awalnya hanya motif tumbuhan dan binatang saja mulai berubah kepada motif abstrak yang menyerupai awan, relief candi, wayang dan sebagainya. Dengan menggabungkan corak lukisan dengan seni dekorasi pakaianmaka munculah seni batik tulis seperti yang dikenal sekarang ini.

Batik berasal dari kata “Babaran Titik” yang artinya banyak titik. Batik merupakan suatu metode proses pembuatan motif pada media. Media pembuatan batik bisa dimana saja asalkan memungkinkan dan dibuat dengan canting dan lilin malam. Alat untuk membuat batik harus berupa canting tulis atau canting cap dan lilin malam. Jenis dan motif batik tradisional sangat banyak, namun motif dan variasinya sesuai dengan filosofis dan budaya masing-masing daerah yang amat beragam.

Batik diperkirakan sudah ada pada zaman Majapahit dengan menggunakan canting tulis dan lilin malam. Batik merupakan kain kehormatan raja. Motif pada batik yang hanya boleh dipakai raja disebut “Motif larangan”. Tujuan raja membuat batik adalah untuk menghadiri acara-acara tertentu dan satiap acara motifnya berbeda. Pada waktu itu hanya kalangan tertentu yang bisa memakai batik karena selain harganya sangat mahal, proses pembuatannyapun tidak sembarangan, yaitu :

  1. Raja harus melakukan tirakat untuk mendapatkan wahyu tentang motif batik yang akan dibuat selama beberapa hari.
  2. Setelah raja mendapatkan petunjuk tentang motif yang akan dipakai, raja memberitahukan kepada seniman batik tentang motif tersebut untuk dituangkan ke atas kain. Pada waktu itu seniman batik sangat dihormati dan diistimewakan serta tinggal di dalam kerajaan.
  3. Sebelum menuangkan motif yang diberikan raja, seniman melakukan tirakat terlebih dahulu dengan tujuan untuk mendapatkan petunjuk tentang arah motif.
  4. Setelah mendapatkan petunjuk arah motif batik, seniman batik baru menuangkan motif batik tersebut ke atas kain, di dalam ruangan khusus, sunyi, biasanya membatik pada malam hari dan seniman batik akan menembangkan lagu yang secara otomatis keluar dari mulutnya.

Pada saat itu yang bisa memakai batik hanya raja, baru setelah itu raja menurunkannya kepada keluarga raja dan keturunan raja, baru diturunkan lagi kepada saudagar kaya, setelah itu diturunkan kembali ke masyarakat bawah namun masih sangat terbatas.

Dalam perkembangannya, lambat laun kesenian batik ini ditiru oleh masyarakat di luar keraton. Saat itulah batik yang tadinya hanya dipakai oleh kalangan keraton saja, mulai menjadi pakaian rakyat yang digemari.

Batik ada dua jenis, yaitu :

Batik Pedalaman

Batik pedalaman adalah batik yang berasal dari daerah pedalaman seperti Yogyakarta dan Solo. Batik ini hanya memiliki empat unsur warna yaitu coklat, biru dongker, hitam, dan krem atau putih. Ciri batik pedalaman ini adalah motifnya berupa simbol-simbol dan mengandung unsur ke-Hinduan.

Batik Pesisir

Batik pesisir adalah batik yang berasal dari daerah pesisir pantai seperti Jakarta, Indramayu, Banten, Gresik, Pekalongan, Semarang, Cirebon, Madura, Bali, dan lain-lain. Batik ini menggunkan seluruh unsur warna. Motifnya lebih bebas, bersifat naturalis, dan lebih ekspresif.

Selain ke dua jenis batik di atas, ada juga batik yang disebut “Batik Pesisir Pedalaman” karena motifnya berasal dari daerah pesisir tetapi dihasilkan di dalam kerajaan, warna yang digunakan juga warna-warna batik pesisir, dan motifnya berasal dari kerajaan itu sendiri.

Bahan kain yang digunakan untuk membatik harus berasal dari alam dan merupakan hasil tenunan seperti kain katun dan sutera. Untuk membatik lebih baik menggunakan kain katun tetapi kain harus 100% katun agar dapat menyerap warna secara maksimal.

Proses membatik adalah :

  1. Kain polos digambar motif dengan pinsil. Bisa digambar langsung dan bisa di tracing.
  2. Kemudian dicanting dengan canting tulis ataupun canting cap dengan menggunakan lilin malam untuk menutup bagian yang tidak akan diberi warna. Lilin malam bisa terbuat dari getah daun damar, sarang lebah, lemak hewan, paraffin, microwax, dan lain-lain yang dipanaskan.
  3. Proses pemberian warna.
  4. Setelah itu masuk ke proses pelorotan yaitu untuk melorotkan lilin yang menempel pada kain.
  5. Untuk memberikan warna yang lainnya, sama prosesnya dengan pemberian warna yang pertama, yaitu dicanting dengan menggunakan lilin untuk menutup bagian lain yang tidak diberi warna. Begitu seterusnya sampai menghasilkan motif warna yang diinginkan.

Sesuai dengan berjalannya waktu, sekarang mulai muncul batik cap yaitu batik yang dibuat dengan canting cap yang terbuat dari alumunium dan lilin malam sejak tahun 1920 setelah perang dunia I. Proses pembuatan motifnyapun lebih cepat.

Bahan pewarna yang digunakan awalnya menggunakan pewarna alam yang terbuat dari rempah-rempah dan tumbuh-tumbuhan asli Indonesia. Proses pewarnaan dengan pewarna alam membutuhkan waktu yang lama dan proses pencelupannya bisa 30 – 50 kali. Namun pada saat sekarang ini, sudah ditemukan bahan pewarna kimia yang apabila digunakan untuk proses membatik hanya membutuhkan 1 kali pencelupan tetapi hasilnya tidak sebagus zat warna alam.

Bahan yang bisa digunakan untuk pembuatan zat warna alam antara lain :

No. Nama Bahan Nama Latin Hasil Warna
1 Kulit akar mengkudu Morinda citrifelia Kecoklatan
2 Buah Kunyit Curcuma domestica Kuning
3 Daun jambu biji Psidium guajava Hijau atau kemerahan
4 Daun kapuk Bombax malabaricum Abu-abu
5 Kayu secang Caesalpia sappan Kemerahan, Orange
6 Biji/kulit batang mangga Mangifera casturi Hijau
7 Biji bunga kesumba Bixa Orelana Merah terang
8 Kulit batang soga jambal Peltophorum  ferruginum Merah coklat
9 Kayu nangka Artocarpus heterophyllus Kuning
10 Daun jati Tectona grandis Merah marun
11 Daun nilam Indigofera tictoria Biru dan hitam
12 Teh Tea Coklat
13 Tanah liat Coklat muda
14 Kayu tegeran Cudraina javanensis Kuning
15 Kulit buah manggis Garcinia mangostana Ungu
16 Kacang merah Vigna umbellata Merah

Masih banyak lagi bahan untuk membuat larutan pewarna alam. Untuk lebih mengikat warna pada kain diperlukan cairan pengikat yang juga berasal dari alam seperti karat besi, tawas, jeruk nipis, garam dapur, gula kelapa, gula jawa, asam jawa, kapur, tunjung, air kelapa, cuka, dan lain-lain.


Ikat Celup Dengan Pewarna Alami

A. Daftar Alat

Daftar alat yang penulis gunakan untuk membuat motif pada kain dengan teknik jumput adalah :

No. Nama Alat Fungsi
1 Karet gelang Untuk mengikat kain agar tercipta motif
2 Tali plastik Untuk mengikat kain agar tercipta motif
3 Tali tambang Untuk membuat jemuran untuk kain dan untuk mengikat kain agar tercipta motif
4 Kain Bahan baku ikat celup
5 Kompor minyak Untuk merebus bahan pewarna alam, untuk merebus kain, untuk merebus simultan
6 Panci Tempat merebus bahan pewarna alam, untuk merebus kain, untuk merebus simultan
7 Wadah (Baskom/botol) Tempat meletakkan fixaton dan larutan zat pewarna alam
8 Parutan Untuk menghaluskan bahan pewarna alam
9 Pisau/gunting/cutter Untuk memotong bahan pewarna alam, untuk memotong kain
10 Pinsil Untuk membuat pola ukuran pada kain
11 Penggaris Untuk mengukur kain sesuai ukuran yang diperlukan
12 Saringan Untuk menyaring ampas bahan pewarna alam dengan larutan pewarna alam
13 Kayu Untuk mengaduk pewarna alam dan simultan pada waktu di rebus
14 Jarum Untuk menjahit kain
15 Benang Untuk menjahit kain
16 Tali Kor Pengikat tas
17 Strika Untuk meratakan kain

B. Daftar Bahan

Daftar bahan yang penulis gunakan untuk membuat motif pada kain dengan teknik jumput adalah :

No. Nama Bahan Fungsi
1 Kunyit (larutan) Sebagai Pewarna Alam
2 Garam dapur (larutan) Sebagai fixaton
3 Air Campuran untuk merebus pewarna alam dan fixaton, untuk mencuci kain
4 Minyak tanah Untuk proses perebusan
5 Indigofera (pasta) Sebagai Pewarna Alam
6 Akar mengkudu (larutan) Sebagai Pewarna Alam
7 Tanah liat (larutan) Sebagai Pewarna Alam
8 Cuka Sebagai fixaton
9 Tawas Campuran untuk merebus air

C. Proses Kerja

Untuk membuat motif pada kain dengan teknik jumput yang menggunakan zat pewarna alam diperlukan beberapa proses, yaitu :

a. Mordanting

Bahan kain yang hendak diwarnai harus melalui proses mordanting terlebih dahulu. Proses mordanting ini dimaksudkan untuk meningkatkan daya tarik  zat warna alam terhadap kain serta berguna untuk menghasilkan kerataan dan ketajaman warna yang baik. Mordanting juga berguna untuk membuka serat pada kain agar pada waktu proses pewarnaan, warna menyerap maksimal.

Bahan mordan yang penulis gunakan adalah tawas.

Proses mordanting yang penulis lakukan :

  1. Siapkan alat dan bahan.
  2. Masukkan air dan tawas ke dalam panci.
  3. Berikan minyak tanah pada kompor minyak kemudian nyalakan.
  4. Letakkan panci yang berisi air dan tawas di atas kompor minyak yang menyala.
  5. Tunggu hingga mendidih dan tawas larut dalam air.
  6. Masukan kain ke dalam panci yang berisi air dan tawas yang telah larut untuk direbus selama 1 jam.
  7. Angkat kain dari larutan mordan, kemudia jemur hingga kering.
  8. Setelah kering buat pola ukuran kain dengan pinsil dan diukur dengan penggaris.
  9. Gunting kain seukuran 35 x 30 cm.

b. Membuat zat pewarna alam

Proses pembuatan larutan zat warna alam disebut juga ekstraksi untuk mengeksplorasi seluruh kandungan warna yang ada pada tumbuhan.

Bahan pewarna alam yang penulis gunakan adalah kunyit.

Proses pembuatan larutan zat warna alam yang penulis lakukan adalah :

  1. Siapkan alat dan bahan yang diperlukan.
  2. Cuci kunyit dengan air.
  3. Kunyit yang telah dicuci kemudian dihaluskan dengan cara diparut dengan parutan.
  4. Masukkan kunyit yang telah halus ke dalam panci. Tambahkan air dengan perbandingan 1 : 3 yaitu 2 kg kunyit dicampur 6 liter air.
  5. Berikan minyak tanah pada kompor minyak kemudian nyalakan.
  6. Letakkan panci yang berisi campuran kunyit dengan air di atas kompor yang menyala untuk direbus selama 1 jam sampai air yang ada di dalam panci menyusut hingga setengahnya atau menjadi 3 liter.
  7. Setelah jadi, pisahkan ampas kunyit dengan larutan kunyit dengan menggunakan saringan. Larutan kunyit itulah yang digunakan sebagai pewarna.
  8. Masukan ke dalam wadah.

c. Membuat fixaton

Pada proses pencelupan kain dengan zat warna alam dibutuhkan proses fixer yaitu proses penguncian warna setelah kain dicelup dengan zat warna alam agar warna memiliki ketahanan luntur yang baik atau sebagai bahan pengikat warna pada kain.

Fixaton yang penulis buat adalah garam dapur tetapi dalam proses pembuatan motif dengan teknik ikat celup penulis menggunakan cuka sebagai fixatonnya.

Proses pembuatan fixaton yang penulis lakukan adalah :

  1. Siapkan alat dan bahan yang dibutuhkan.
  2. Masukkan air sebanyak 1½ liter ke dalam wadah.
  3. Campurkan garam dapur 250 gram dengan air yang ada di dalam wadah.
  4. Aduk hingga merata.

d. Proses pembuatan motif pada kain dengan teknik jumput

Zat warna alami yang penulis gunakan adalah pasta indogofera, larutan kunyit, larutan tanah liat yang telah dipanaskan, larutan akar mengkudu, dan fixernya adalah cuka.

Proses pembuatan motif pada kain dengan teknik jumput yang penulis lakukan adalah :

  1. Menyiapkan alat dan bahan.
  2. Menyiapkan tempat untuk menjemur kain.
  3. Larutkan tanah liat di dalam panci dengan air hingga merata dan menjadi adonan.
  4. Buat pola atau bentuk motif pada kain dengan cara diputar kainnya hingga berbentuk spiral, kemudian diikat dengan karet gelang dan tali rapian secara menyilang dengan kencang agar bagian yang diikat tidak terkena warna.
  5. Berikan minyak tanah pada kompor minyak kemudian nyalakan.
  6. Letakkan panci yang berisi adonan tanah liat di atas kompor yang menyala. Tunggu hingga mengantal.
  7. Sambil menunggu tanah liat mengental, buat simultan dengan cara letakan campuran pasta indigofera dengan larutan kunyit ditambah larutan akar mengkudu dan menyiapkan fixaton dengan cara menuangkan cuka ke dalam baskom.
  8. Setelah adonan tanah liat jadi, campurkan dengan simultan yang telah dibuat.
  9. Letakkan panci yang berisi simultan di atas kompor yang menyala, tunggu hingga mengental dan berubah warna menjadi hijau.

10.  Setelah kental, panci yang berisi larutan simultan jangan diangkat langsung masukkan pola motif kain yang telah dibuat ke dalam larutan simultan dan tunggu selama 5 menit.

11.  Kemudian angkat kain, lalu cuci dengan air dan masukkan ke dalam larutan fixaton yang telah dibuat, sebentar saja.

12.  Jemur hingga kering di jemuran yang telah dibuat.

13.  Setelah kering, kain dibilas dengan air.

14.  Buka ikatan pada kain dan lihat motif yang ada.

15.  Bilas lagi hingga bersih.

16.  Jemur sampai kering.

17.  Setelah kering diteriska atau dirapihkan.

18.  Kemudian dijahit sampai menjadi tas kecil.

Daftar Pustaka

Makalah Bahan Dan Proses Hendra Wijaya

Museum Tekstil

www.wikipedia.org

http://www.batikmarkets.com

www.proseanet.org

http://www.ptp2007.wordpress.com

Pendidikan Seni

Posted in Uncategorized pada 15:46 oleh arteducationx

Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya dan masyarakat. Pendidikan meliputi pengajaran keahlian khusus, dan juga sesuatu yang tidak dapat dilihat tetapi lebih mendalam yaitu pemberian pengetahuan, pertimbangan dan kebijaksanaan. Salah satu dasar utama pendidikan adalah untuk mengajar kebudayaan melewati generasi.

Sedangkan seni Pengertian lain diambil dari bahasa Belanda kunst, yang mempunyai definisi sebagai berikut: “suatu kesatuan secara struktural dari elemen-elemen estetis, kwalitas-kwalitas teknis dan ekpresi simbolis, yang mempunyai arti tersendiri dan tidak membutuhkan lagi pengesahan oleh unsur-unsur luar untuk pernyataan dirinya”.(Winkler Prins, hal.427).

Definisi seni Kamus Umum Bahasa Indonesia:
Kecakapan membuat (menciptakan) sesuatu yang elok-elok atau indah.
Sesuatu karya yang dibuat (diciptakan) dengan kecakapan yang luar biasa seperti sanjak, lukisan, ukiran-ukiran dsb.

Teori-teori seni pada dasarnya dapat digolongkan dalam beberapa kelompok pemikiran:

Teori Mimesis:
Teori-teori ini berpijak pada pemikiran bahwa seni adalah suatu usaha untuk menciptakan tiruan alam. Kata mimesis berasal dari kata Yunani dimana teori ini pertama kali dicetuskan oleh Plato.

Terjemahan yang tepat dari kata mimesis agak sukar dicari, karena bagi Plato mimesis ini tidak saja berlaku untuk senirupa melainkan juga berlaku untuk seni musik, drama dan sebagainya.

Teori mimesis ini amat penting dalam tinjauan seni karena setelah zaman Yunani konsep ini dihidupkan kembali dalam seni Renaissance

dan sampai sekarng masih cukup berpengaruh.
Inti dari teori mimesis ini adalah perkembangan seni naturalis baik secara formal maupun sebagai pengenalan pengalaman.

Teori Instrumental:
Teori-teori ini berpijak pada pemikiran bahwa seni mempunyai tujuan tertentu dan bahwa fungsi dan aktivitas seni sangat menentukan dalam suatu karya seni. Misalnya fungsi-fungsi edukatif, fungsi-fungsi propaganda, religius dan sebagainya.

Cabang lain dari teori ini adalah seni sebagai sarana penyampaian perasaan, emosi dan sebagainya. Seni adalah sarana kita untuk mengadakan kontak dengan pribadi si seniman ataupun bagi seniman untuk berkomunikasi dengan kita.

Teori Formalistis:
Teori-teori ini merupakan reaksi terhadap kedua teori di atas karena menganggap bahwa keduanya tidak memberikan standar penilaian estetis. Mereka berpendapat bahwa elemen-elemen bentuk pada suatu karya seni juga memancarkan nilai-nilai estetis.

Teori-teori abad 20:
Teori-teori yang lebih praktis dan menitik beratkan pada kritik dan apresiasi. Seni adalah suatu tindakan kreatif, pertama-tama ia adalah suatu realita yang diciptakan dan kedua ia harus bisa memberikan kesempatan dan kemampuan untuk penghayatan estetis.

Dari sudut pandang kebudayaan, Prof. Waridi mengatakan bahwa seni adalah salah satu bentuk ekspresi budaya. Kebudayaan ada karena sengaja diadakan oleh manusia untuk membentuk sebuah peradaban bagi orang-orang yang terlibat di dalamnya serta untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Oleh karenanya hanya manusialah makhluk yang berkebudayaan dan yang memiliki peradaban dalam hidupnya. Salah satu wujud produk kebudayaan manusia, adalah seni.